Jumat, 16 Juli 2010

catatan MALAM : Masyarakat Karo, Butuh Pemimpin Pengayom dan Pelayan



Monumen Catur Kuda (Bidak) di Kabanjahe

"Oohhh......tanah karo si-malem gundari kita sirang....tading menda rudang......," begitulah penggalan syair lagu melegenda, yang diciptakan seniman karo, Djaga Sembiring Depari. Lagu penuh makna ini, menjadi lagu kebanggaan masyarakat Karo hingga kini.

Bila setiap orang karo jika mendengar lagu ini, pasti saja mereka merasakan desiran haru, kagum dan bangganya menjadi suku Karo yang mendiami daerah dataran tinggi Karo, di provinsi Sumatera Utara. Tidak itu saja, orang karo yang tinggal dibanyak tempat, juga menyukai dan menyenangi lagu ini. Menyanyikan lagu ini, bagaikan obat membalas kerinduan kampung halaman. Meski penciptanya sendiri, kini telah tiada meninggalkan kita selama-lamanya. Namun nada dan lirik menggetarkan semangat heroik, akan cinta tanah karo. Dan rasanya lagu ini masih sangat terasa gaungnya.

Namun, kini semangat mencintai tanah karo hanya sebatas dirasakan hati, tidak pararel dengan tindakan, untuk melakukan sesuatu yang nanti meninggalkan makna dan kebanggaan bagi masyarakat Karo. Semangat perjuangan dan membangun para pemimpin Karo tak lagi sehebat dahulu kala.

Kondisi taneh Karo bagai kehilangan sosok pemimpin yang disukai dan dikagumi sepanjang masa oleh rakyat Karo. Tidak seperti pendahulu mereka, seperti tokoh besar karo di era perang kemerdekaan RI, Kapten Pala Bangun dengan semangat Halilintarnya, Letjen Djamin Ginting, Brigjen Slamet Ginting dan lainnya. Mereka benar benar mengikuti pepatah leluhur, "Harimau Mati Meninggal Belang" dan " Gajah Mati Meninggal Gading".

Entah ada apa ? dibenak pemimpin kita saat ini, apakah mereka tidak mencintai tanah kelahirannya. Atau mereka hanya mementingkan pribadi dan kelompoknya. Bahkan mereka tak lagi ambil penduli dengan kebutuhan masyarakat banyak. Fakta betapa tertinggalnya, aspek pembagunan masyarakat Karo, prasarana jalan umum hancur lebur, naik turunnya harga bibit dan pupuk pertanian dan sulitnya menjual hasil pertanian lantaran harga dikendalikan "cukong-cukong".

Dan masih banyak lagi, akhirnya rakyat menjadi bingung kemana mereka mengadu dan berteriak sekencang-kencangnya. Karena tidak ada lagi tempat mereka mengadukan nasibnya, dan mendengarkan solusi yang diberikan pemimpinnya. Sehingga rakyat malah membenci pemimpinnya yang serakah dan materialistis.

Apakah di Pilkada kabupaten Karo pada bulan Oktober mendatang, akan ada muncul sosok pemimpin yang amanah. Dan menjadi tempat mereka mengadu, ucapannya pun mampu menjadi obat pelipur lara, bagi rakyat yang dirundung banyak persoalan. Akankah ! ada cerita cinta, pemimpin handal akan bersemi kembali, kita tunggu saja. Mudah-mudahan impian dan harapan seluruh masyarakat Karo didengar oleh sang pencipta.

Penulis : Isa Ikhwanta Ginting (Pemimpin Umum / Redaksi Harian Online INFO KARO - Tangerang)

Baca berita lainnya di sini :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar